Manusia Batiniah Dibaharui Hari Demi Hari

2 Korintus 4:13 – 5:1

Surat II Korintus ditulis tahun 55-56 oleh rasul Paulus kepada jemaat di kota kuno Korintus di Yunani, yang didirikannya bersama-sama Priskila dan Akwila (1 Kor 16:19) dan rombongan rasulinya (Kis 18:5). Korintus seperti kota-kota makmur lainnya menjadi kota yang angkuh secara intelektual, kaya secara materi, dan bejat secara moral. Segala macam dosa merajalela di kota ini, serta berbagai macam persoalan dialami oleh jemaat yang anggotanya tetap hidup “duniawi” (1 Kor 3:1-3).

Selang antara surat pertama dan kedua ini (2 Kor 13:1-2) Paulus mengunjungi jemaat itu untuk menangani masalah yang berkembang, tapi kunjungan itu tidak menyenangkan, baik bagi Paulus maupun jemaat (2 Kor 2:1-2). Setelah kunjungan itu, diterima laporan bahwa para penentang di Korintus masih menyerang pribadinya dan wewenang rasulinya, dengan maksud membujuk sebagian jemaat untuk menolak Paulus. Menanggapi laporan itulah, ditulisnya surat ini, dengan tema pembelaan terhadap kerasulan.

Ditekankannya bahwa ia tidak pernah bertindak licik dan curang, pelayanannya ditandai oleh penderitaannya demi Injil (2 Kor 4:1-2, 8-9; 6:4-5). Pasal 4 diawali dengan pernyataan, “Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati.” Namun selanjutnya, ia memaparkan banyak penderitaan yang dialaminya dalam pelayanannya. Tetapi ia tidak tawar hati!

Dijelaskannya bahwa penderitaannya ditujukan untuk pelayanan yang lebih efektif. Kuasa kebangkitan Tuhan telah menyelamatkan dirinya dari keputusasaan dan kehancuran (ay. 10-11). Kuasa itu tampak waktu Paulus tidak putus asa menghadapi maut dan perlawanan musuhnya. Iman akan kuasa itu membuat Paulus tidak akan diam saja (ay. 13). Pengalaman itu menguatkan jemaat Korintus, supaya kebangkitan Kristus yang telah dialaminya akan membangkitkan juga orang percaya di Korintus. Maka penderitaan yang Paulus alami akan berujung pada kemuliaan Allah (ay. 14-15).

Karena itulah Paulus tidak tawar hati, meski harus menderita, karena secara rohani ia diberkati dan diperbaharui hari demi hari. Sebab kesusahan yang diderita untuk sementara waktu sesungguhnya mengerjakan kemuliaan yang lebih besar (ay. 17-18). Namun bukan mencari-cari kesusahan karena ingin mencapai kemuliaan.

Paulus mengkontraskan penderitaan yang sementara dengan kemuliaan yang kekal, serta apa yang kelihatan dan sementara dengan apa yang tidak kelihatan dan abadi (2 Kor 5:1). Paulus melihat hidup serta pengalamannya berdasarkan perspektif kekekalan yang akan diterimanya kelak. Meski kini ia harus mengalami penderitaan, ia tetap rela menanggungnya.

Bagaimana dengan kita? Hidup dalam perspektif kekekalan akan mendorong hidup dalam ketabahan dan hati-hati, karena tahu akan tiba saatnya Tuhan datang menggenapinya. Jangan putus asa saat mengalami kesusahan dan penderitaan, tapi ingatlah, Tuhan tidak melupakan apa yang kita kerjakan bagiNya (Ibrani 6:10). Amen!

Dikutip dari Warta Jemaat HKBP 7 Juni 2015