Menyangkal Diri dan Memikul Salib

Markus 8:31-38

Nats khotbah memberi kita suatu perenungan bahwa berjalan bersama Yesus tidak menjamin kenikmatan dunia. Itulah sebabnya menjawab pernyataan orang yang mengatakan, “Aku akan mengikut Engkau kemana saja Engkau pergi,” Yesus berkata dengan keras, “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya” (Luk 9:58). Meskipun tidak ada jaminan secara duniawi bagi yang mengikut Yesus, tetapi Yesus menolong kita dari penderitaan. Sebab karena dosa kita manusia, Allah menahan rasa dari rasa nyeri. Ungkapan pada ayat 31: harus menanggung banyak penderitaan, dapat diartikan bahwa itu adalah penderitaan yang panjang, dan di dalam penderitaan itu harus ada kesabaran. Pengalaman penderitaan inilah yang diajarkan oleh Yesus kepada murid-muridNya, menderita, ditolak, bahkan dibunuh. Dalam keadaan dunia seperti ini, sulit sekali untuk menerima pemberitaan Firman Tuhan tentang salib dan penderitaan. Maka Petrus pada zamannya pun menolak penderitaan itu, sehingga ia menarik Yesus dari kumpulan itu dan menegornya. Yesus menanggapi sikap tersebut dengan mengatakan, “Enyahlah iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan yang dipikirkan manusia (ay 33b).

Di tengah kehidupan ini banyak orang yang menolak penderitaan, tidak ingin bersama Yesus yang menderita, tetapi mau menerima berkat yang melimpah dari Yesus yang menderita. Bahkan terkadang kita muncul sebagai pembela Tuhan, seperti Petrus. Banyak orang yang menolak ajaran Yesus mengenai penderitaan apalagi harus memikul salib. Itu sebabnya akhir-akhir ini trend bagi warga jemaat mendengar khotbah yang bermuatan kesuksesan, sukacita, teologia yang membawa kepada masa depan yang cemerlang. Ketahanan dan kesabaran mulai memudar dari diri manusia dewasa ini, tidak lagi bertahan dengan yang sulit dicapai, semua ingin serba cepat tidak mau capek lagi. Perkembangan teknologi semakin membuat manusia lebih suka yang instan daripada yang alami.

Untuk bisa mengerti dan melakukan kehendak Allah, dapat kita lihat dari perkataan Yesus berikutnya, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, harus menyangkal diri, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Apa yang dipikirkan Allah tidak seperti yang dipikirkan oleh Petrus yakni Mesias sebagai raja dan mendirikan kerajaanNya sebagai ganti dari kerajaan yang sudah ada saat itu. Di saat dunia mencari mesias politik dan siap memberi kuasa dan wibawa, Allah datang dalam diri Yesus sebagai mesias yang menderita. Tentu Petrus merasa malu dengan kenyataan ini, sehingga mencoba membujuk Yesus untuk undur dari salib. Di sinilah letak kurangnya pemahaman dan pengenalan serta kegagalan mereka untuk mengikut Yesus.

Syarat untuk mengikut Yesus yakni penyangkalan diri, memikul salibnya, dan pengambilan keputusan harus dengan konsekuensi. Bila kita telah rela maka harus melakukan ketiga hal tersebut berarti ikut percaya bukan karena hanya ingin sukses, hanya diberkati. Ikut berarti ada penyangkalan diri, merendahkan hati. Penyangkalan diri merupakan sebuah sikap yang diwujudkan dalam tekad, keinginan, dan keberanian diri untuk tidak lagi hanya menyenangkan diri tetapi sudah siap berkorban bagi orang lain. Hal ini merupakan bentuk dari solidaritas Allah kepada manusia yang kita wujudkan dalam kehidupan bersama kepada orang lain. Hidup bersama Yesus dan melakukan kehendakNya adalah tujuan bersama kita sehingga pada akhirnya hidup kita mampu melakukan yang Tuhan inginkan (bdk Flp 4:8).

Dikutip dari Warta Jemaat HKBP 1 Maret 2015