Janganlah menghakimi saudaramu

(Roma 14:1-12)

Charles Spurgeon, pengkhotbah berbakat di Inggris, suatu waktu diundang oleh seorang kaya untuk datang berkhotbah di sebuah gereja desa dalam rangka ibadah pengumpulan dana demi menutupi defisit anggaran di jemaat desa tersebut. Orang kaya itu menawarkan kepada Spurgeon untuk bebas memilih satu di antara rumah milik sang orang kaya sebagai tempat menginap, apakah di rumah bernuansa desa, di rumah bernuansa kota, maupun di rumah peristirahatan yang menghadap laut. Spontan Spurgeon memberi respon, “Juallah salah satu rumahmu itu dan uangnya persembahkanlah untuk menutupi defisit anggaran jemaat.” Tak karuan saja sang orang kaya itu terdiam dan tak tahu mau menjawab apa.

Memang manusia sering hanya bangga akan keberadaannya, tetapi tidak tahu berbuat untuk kemuliaan Tuhan dan membantu sesama manusia. Saudara, nats renungan kita hari ini mengatakan supaya kita jangan hanya tahu menghakimi saudara-saudara kita, melainkan hendaknyalah berbagi sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah dan membantu sesama manusia yang membutuhkan uluran tangan kita. Ditekankan oleh Paulus di dalam nats ini supaya kita menerima orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya. Sejumlah anggota jemaat Roma waktu itu beranggapan bahwa memakan daging adalah perbuatan yang salah.

Paulus mengatakan bahwa mereka “lemah” karena mereka yakin bahwa dengan mengikuti kebiasaan atau hukum tertentu, hubungan dengan Allah menjadi beres. Paulus menegaskan bahwa Allah menerima semua orang, tanpa menghiraukan kebiasaan-kebiasaan makan mereka. Siapa yang makan, hendaknya ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Siapa yang tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah. Jadi, Allah melihat hakekat kita selaku manusia, bukan melihat kebiasaan lahiriah kita. Tunjukkanlah hakekat saudara selaku makhluk ciptaan Allah. Janganlah bangga hanya oleh karena keberadaanmu. Berbaktilah demi kemuliaan Allah dan demi pelayanan terhadap sesama manusia.

Kemampuan kita untuk tidak menghakimi orang lain adalah karena keberadaan kita hidup di dalam Tuhan. Dialah yang memampukan kita untuk berjalan dalam jalan Tuhan dan melayani sesama manusia. Jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, bukan untuk diri kita sendiri. Janganlah ada di antara kita yang merasa dirinya hidup untuk diri sendiri, melainkan kita hidup untuk Tuhan. Ingatlah, kita akan memberi pertanggungjawaban tentang dirinya sendiri di hadapan takhta pengadilan Allah. Semua orang akan bertekuk lutut di hadapan Allah, dan semua orang akan memuliakan Dia. Di takhta pengadilan Allah ini kita semuanya akan bersikap rendah hati, dan takkan ada lagi orang sombong dan orang yang angkuh. Tidak akan ada lagi orang yang menganggap hari yang satu lebih penting daripada hari yang lain. Semua orang akan menganggap bahwa semua hari sama saja.

Dikutip dari Warta Jemaat HKBP 14 September 2014