Belajarlah Mati !

Mengakhiri kehidupan lama kita merupakan respons kita terhadap anugerah Allah yang sangat mahal.

Tidak ada hal yang lebih membahagiakan hati Tuhan selain kesediaan mengakhiri kehidupan ini. Apa maksudnya? Jangan curiga dulu. Mengakhiri kehidupan di sini bukan mati secara jasmani sehingga harus dikubur di pemakaman. Mengakhiri kehidupan maksudnya adalah kesediaan menanggalkan kehidupan yang lama, dan memiliki kehidupan yang benar-benar baru sesuai dengan standar kehidupan anak-anak Allah.

Kehidupan seperti ini telah diperagakan oleh Tuhan Yesus semasa hidupnya di bumi ini dengan tubuh seperti kita dua ribu tahun yang lalu. Kita harus meneladani bukan cara berpakaian dan budaya lahiriah-Nya, melainkan isi atau esensi hidup-Nya. Isi hidup-Nya adalah “melakukan kehendak Bapa” (Yoh 4:34). Ini bukan suatu hal yang sederhana, sebab kesediaan untuk melakukan kehendak Bapa membuat seseorang harus kehilangan sama sekali ambisi dan hasrat pribadinya yang dipeliharanya sebelum ia mengenal Tuhan.

Setelah menyatakan kesediaan untuk mengakhiri kehidupan, kita harus bersedia mempelajari kebenaran Firman Tuhan yang murni. Dari kebenaran Firman Tuhan itulah kita memahami bagaimana menjalankan roda kehidupan “setelah kematian kita”. Seraya belajar kebenaran Firman Tuhan yang memberi petunjuk bagaimana menyelenggarakan hidup baru itu, kita masih harus berjuang menghadapi desakan keinginan lama yang masih bercokol menuntut untuk dipuaskan. Di sini kita harus belajar mematikan diri. Doanya bukan lagi minta ini, minta itu, tetapi “Matikan aku Bapa, agar aku dapat menghayati kehidupan Putra-Mu di dalam diriku”. Bila ini terwujud, maka kehidupan kita akan memuaskan hati Bapa.

Bila kita memasuki proses kematian daging dan mengenakan kehidupan baru sesuai dengan Injil-Nya, barulah kita mengerti bagaimana hidup sebagai anak tebusan. Itulah kehidupan anak-anak Allah yang sah, yang juga dinyatakan sebagai pangeran-pangeran Kerajaan Surga atau bangsawan-bangsawan Surgawi. Kehidupan baru yang kita jalani merupakan upaya untuk mengalirkan darah aristokrat surgawi, darah biru Kerajaan Surga. Sungguh suatu anugerah, kalau kita manusia berdosa yang sebelumnya terbuang dari hadirat Allah diperkenankan menjadi anak-anak-Nya yang mewarisi kemuliaan bersama dengan Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus.

Harga anugerah ini sangat mahal, tetapi telah lunas dibayar Kristus di kayu salib. Untuk meresponi anugerah ini juga sangat mahal, yaitu segenap hidup kita, semua itu demi keselamatan dan kebahagiaan kita, umat yang sangat dicintai-Nya. Tuhan tidak mencari keuntungan apa-apa; kitalah yang akan diuntungkan. Mengapa kita menolak? Oleh sebab itu melangkahlah untuk mulai bertobat dan memasuki hidup baru dalam Tuhan. Orang yang takut bertobat dan hidup dalam kesucian adalah orang yang takut menghadapi kematian, tetapi orang yang mau bertobat dan hidup dalam kesucian pasti tidak takut menghadapi kematian. Padahal kematian harus dimulai sejak kita masih hidup di bumi ini: menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.

Dikutip dari Warta Jemaat 22 Januari 2012

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *