Ciri-ciri Kehidupan yang Dipersembahkan

Kalau kita mengerti tujuan hidup yang benar, melakukan segala sesuatu hanya bagi Tuhan harus menjadi irama hidup kita.

Petrus menegur Yesus saat Ia mengatakan bahwa diri-Nya akan menanggung penderitaan dan dibunuh. Pikiran Petrus logis dari sudut pandang manusia; aplagi kata para motivator yang mengajarkan berpikir positif (positive thinking), mana boleh orang mengatakan hal negatif tentang dirinya sendiri. Tetapi reaksi Yesus sangat berbeda. Ia malah mengatakan kepada Petrus, “Enyahlah Iblis!” (Mat 16.23).

Dari fragmen ini kita belajar bahwa kebenaran Tuhan sering berbeda dengan kebenaran yang dipahami manusia pada umumnya. Maka untuk dapat mewujudkan hidup untuk kemuliaan Tuhan semata-mata, atau hidup bagi Tuhan, kita harus mulai mengenal kebenaran Tuhan yang bertalian dengan tujuan hidup manusia, bahwa hidup ini memang hanya untuk Sang Pencipta kita.

Kita tidak boleh mengikuti pola hidup manusia pada umumnya, yaitu hidup untuk diri sendiri dan orang-orang yang mereka cintai secara terbatas. Inilah irama hidup yang diinginkan kuasa kegelapan untuk dimiliki manusia, sebab seperti Tuhan Yesus menegur Petrus, pikiran manusia yang bukan dari Allah adalah pikiran Iblis. Pikiran Allah akan membawa seseorang kepada tujuan hidup yang benar.

Kalau kita sudah mengerti tujuan hidup yang benar dan menerimanya dengan sukacita, kita tidak perlu memaksa diri untuk berusaha mengingat bahwa semua yang kita lakukan adalah untuk Tuhan, tetapi irama hidup kita sudah merupakan gerak melakukan segala sesuatu hanya bagi Tuhan.

Ciri-ciri dari kehidupan seperti ini adalah pertama, berusaha mengerti dan melakukan Firman Tuhan. Kedua, saat menjalankan profesi, akan berusaha meletakkan kegiatan dalam terang Firman Tuhan. Otomatis kita tidak akan melakukan pekerjaan atau profesi yang bertentangan dengan etika kehidupan. Ketiga, selalu melibatkan Tuhan dalam pengambilan keputusan. Keempat, tidak menyukai hiburan-hiburan dunia seperti yang dicari oleh anak-anak dunia. Kelima, merasa puas dengan fasilitas hidup yang telah dimilikinya; tidak lagi menjadi korban iklan dan semangat konsumerisme tanpa batas (afluenza). Keenam, tidak lagi terikat dengan penampilan lahiriah, yang biasanya dihiasi dengan baju modis dan perhiasan. Ketujuh, berusaha menemukan tempat yang konkret dalam pelayanan pekerjaan Tuhan; berusaha berperan dalam pelebaran Kerajaan Allah, pelaksanaan Amanat Agung Tuhan dalam proses penyempurnaan orang percaya bagi Tuhan. Mari kita belajar untuk rela mempertaruhkan seluruh hidup kita tanpa batas bagi Tuhan, sehingga ini bukan menjadi beban, melaikan suatu kehormatan.

Dikutip dari Warta Jemaat Rehobot Ministry 5 Juni 2011.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *