Amanat Tuhan

Dengan peta berpikir yang diperbarui, kita diajar berpikir cerdas untuk mengerti makna atau esensi dari perintah Tuhan.

Setiap orang memiliki peta berpikir. Ini disebut juga dengan paradigma, atau pola berpikir dari syaraf-syarafnya. Peta ini terbangun dari paling tidak tiga hal. Pertama, pengalaman hidup, yaitu reaksi inderanya terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang telah dijalaninya. Kedua, berbagai filosofi hidup yang diserapnya – di dalamnya termasuk teologi ajaran-ajaran di sekitar kita. Ketiga, sifat yang dibawa gen yang dimiliki masing-masing individu dengan karakteristiknya yang khusus dan khas. Siapa kita hari ini adalah akumulasi dari pengalaman kita masa lalu. Dengan melihat hidup seseorang hari ini, kita dapat melihat masa lalu atau perjalanan hidupnya dan gen yang diwariskan dari nenek moyangnya.

Kedatangan Tuhan Yesus hendak memperbarui peta berpikir manusia. Inilah yang dimaksud dengan menebus kita dari cara hidup yang sia-sia, yang diwarisi dari nenek moyang kita (1 Ptr 1:18-19). Proses penebusan ini melibatkan dua pihak. Tuhan melalui Roh Kudus menuntun kita kepada segala kebenaran, dan di lain pihak kita memberi diri untuk diperbarui-Nya dari hari ke hari.

Inilah sebenarnya isi amanat (mandat) Tuhan Yesus dalam Mat 28:18-20, supaya kita melakukan segala perintah-Nya. Dalam teks asli, kata “melakukan” ditulis tereo yang bisa berarti to observe (“mempelajari”; “mengamati”; selain itu juga berarti “berpegang teguh”. Itulah sebabnya dalam versi King James teks ini diterjemahkan: “Teaching them to observe all things whatsoever I have commanded you” (Ajarlah mereka untuk mempelajari, mengamati segala sesuatu yang aku perintahkan kepadamu). Kata “perintah” dalam teks aslinya disebut endellomai yang bisa diartikan “tuntutan” atau “instruksi”. Menarik sekali, dalam ayat ini Tuhan Yesus tidak menggunakan kata nomos yang artinya “hukum”.

Dengan demikian, orang percaya harus mempelajari atau mengamati dengan seksama semua yang diperintahkan, diinstruksikan atau dituntut oleh Tuhan. Jadi kita bukan hanya melakukan perintah tanpa pengertian tentang apa yang diperintahkan oleh Tuhan, kita perlu juga mengerti makna atau esensi dari perintah-Nya tersebut. Maka kita diajar berpikir cerdas untuk mengerti kehendak Tuhan. Di sini yang hendak diajarkan adalah peta, cara atau sistem berpikir. Analoginya, kalau hendak menolong seseorang dapat hidup mandiri dengan nafkahnya, berikan kail, bukan ikan. Dalam hal ini, sistem berpikir adalah kailnya. Dengan memiliki “kail”, seseorang dapat “memancing” sebanyak-banyaknya “ikan kebenaran” yang ada, tentu berdasarkan tuntunan Alkitab sebagai satu-satunya landasan.

Dikutip dari Warta Jemaat Rehobot Ministry 11 Juli 2010

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *