Harus Dimanfaatkan

Pemanfaatan pikiran secara optimal bukanlah sikap yang salah. Ini tidak boleh dianggap humanistis, sebab yang dikatakan humanisme adalah bila seseorang tidak berpusat pada Kristus, tetapi menjadikan manusia atau dirinya sebagai pusat. Humanisme yang antroposentris ialah pengajaran yang berfokus pada kepentingan dirinya sendiri (egosentris). Kepentingan Tuhan tidak dipedulikan. Banyak ajaran yang berkembang dewasa ini dari luar tampaknya rohani, padahal sesungguhnya duniawi dan humanistis. Jubahnya ber-Tuhan, sementara praktik di dalamnya telah mengasingkan Tuhan. Tuhan dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Yang diutamakan adalah kebahagiaan di bumi.

Jadi yang membedakan suatu ajaran humanistis atau tidak terletak pada motivasi hidup yang disampaikannya. Penganut humanisme sekuler berbicara mengenai kehidupan tanpa melibatkan Tuhan sama sekali dalam perkataannya. Beberapa teolog menggunakan Tuhan dalam percakapannya, tetapi hidupnya tidak berpusat pada Tuhan, melainkan pada materi dan kebahagiaan duniawi. Tentu mereka tidak merasa demikian dan tidak mengakui demikian. Hal ini sejajar dengan kenyataan bahwa banyak orang yang mengaku ber-Tuhan (teis teoritis), tetapi kelakuannya tidak menunjukkan bahwa mereka benar-benar ber-Tuhan secara benar (ateis praktis). Sekarang saatnya anak Tuhan harus menjadi cerdas, untuk dapat membedakan ajaran yang benar-benar teosentris (berpusat pada Tuhan) dari yang humanistis (berusaha memisahkan atau menjauhkan manusia dari pengabdiannya kepada Tuhan). Ajaran yang teosentris memusatkan hidup hanya pada Kristus, bahkan mati pun keuntungan.

Kemampuan berlogika dan menganalisis sesuatu yang dimiliki orang percaya, yang dilatarbelakangi pendidikan dan pengalaman hidup, harus dimanfaatkan secara maksimal untuk mengenal Tuhan. Sayang sekali, banyak orang Kristen yang mendadak menjadi bodoh bila berbicara mengenai Tuhan. Mereka ragu-ragu berbicara mengenai Tuhan sebab beranggapan bahwa menganalisis Tuhan dengan pikiran adalah sesuatu yang kurang pantas, padahal mereka mampu mengenal Tuhan secara benar dan lengkap. Ada pula yang merasa tidak memiliki “wahyu” atau “karunia khusus” untuk dapat mengenal Tuhan sehingga tidak mau belajar sendiri. Mereka hanya mengharapkan diajar melalui khotbah. Padahal tanpa penggunaan pikiran secara proporsional, mereka tidak tahu apakah khotbah yang disampaikan sesuai atau tidak dengan Alkitab.

Hati-hati dengan upaya memberangus pikiran jemaat agar tidak aktif menganalisis Tuhan, karena bisa jadi ini bagian dari politik para “rohaniawan” agar dapat menguasai umat. Umat disuruh “percaya saja” dan tidak perlu menggunakan pikiran secara optimal dalam mengenal Tuhan. Sebagai akibatnya mereka tidak bertumbuh, bukan hanya dalam pikirannya untuk mengenal Tuhan, tetapi hati nuraninya juga menjadi tumpul untuk membedakan dusta atau kebenaran. Dengan terus-menerus menyelidiki Alkitab, maka kita akan terlatih mengerti kebenaran. Maka marilah kita terus-menerus berusaha memburu pengenalan akan Tuhan lebih serius.

Dikutip dari Warta Jemaat Rehobot Ministry 30 Mei 2010

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *