Menghargai Nilai Kekekalan

Orang-orang yang hidup ceroboh dan tidak pernah membenahi diri menyongsong kehidupan mendatang berarti tidak menghargai nilai kekekalan dalam dirinya

Penciptaan manusia dalam Kej 2:7 dikisahkan secara dramatis: “…TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya…” Kalau sebelumnya untuk ciptaan yang lain Tuhan hanya berfirman atau bersabda, tetapi untuk manusia, Tuhan membentuknya dengan tangan-Nya sendiri. Kata “membentuk” dalam teks aslinya menggunakan kata yatsar. Dalam bahasa Ibrani, selain kata yatsar ada kata lain yang diterjemahkan “menciptakan” atau “menjadikan”, yaitu bara, misalnya di Kej 1:1, dan asah, misalnya di Kej 1:7.

Kata yatsar bermakna “menciptakan atau membentuk dengan mengandung unsur seni” (art; fashion). Dan yang lebih dahsyat adalah, Tuhan “menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya”. Kalau manusia menghembuskan nafas, tentu harus menghirup oksigen terlebih dahulu, tetapi kalau Tuhan menghembuskan nafas, ada “sesuatu” dari dalam diri-Nya yang mengalir keluar. Sungguh luar biasa. Dalam tindakan Tuhan ini terdapat pesan yang tidak boleh dianggap ringan. Tindakan ini tidak dilakukan Tuhan terhadap makhluk lain dalam penciptaan-Nya. Tuhan memberikan sesuatu dari dalam diri-Nya kepada manusia. Tindakan Tuhan menghembuskan nafas-Nya merupakan fenomena nyata yang pasti memuat kebenaran yang harus kita pahami: karena nafas hidup yang dihembuskan Tuhan itulah manusia menjadi makhluk kekal.

Kekekalan adalah karunia yang luar biasa yang tidak diberikan Tuhan kepada makhluk lain. Ini berarti manusia adalah makhluk yang sangat berharga, lebih dari segala makhluk lain. Keberhargaan manusia di mata Tuhan melampaui pikiran dan pertimbangan manusia. Berkenaan dengan hal ini barulah kita dapat lebih mengerti mengapa Tuhan Yesus rela meninggalkan tahta-Nya untuk menjadi manusia, mati di kayu salib dengan cara yang sangat hina dan keji. Ia melakukan semua itu karena kasih-Nya kepada manusia yang sedang menuju kegelapan abadi. Dengan kekekalan yang dikaruniakan kepada manusia, manusia pasti mengemban tanggung jawab yang tidak ringan. Tidak ada sesuatu yang berharga diberikan tanpa tanggung jawab. Tanggung jawab yang dikehendaki oleh Tuhan adalah tidak membuat kekekalan menjadi kecelakaan abadi. Kekekalan seharusnya menjadi kesempatan untuk bertemu dengan Tuhan dan tinggal bersama dengan-Nya dalam kerajaan-Nya. Orang-orang yang hidup ceroboh dan tidak pernah membenahi diri menyongsong kehidupan mendatang berarti tidak menghargai nilai kekekalan dalam dirinya.

Jika kita menghayati fakta kekekalan ini, maka masalah hidup sebesar apa pun menjadi kecil. Jadi kalau kita masih gentar dengan berbagai masalah hidup, berarti kita belum menghayati fakta kekekalan. Ini hukum yang tidak dapat dibantah, bahwa kegentaran terhadap kekekalan akan menenggelamkan perasaan takut terhadap apa pun. Kesadaran akan kekekalan merupakan pertaruhan seluruh hidup yang membangkitkan kegentaran setiap kita terhadap kekekalan itu sendiri, dan membangkitkan atau mendorong kehidupan yang saleh.

Dikutip dari Warta Jemaat Rehobot Ministry 21 Februari 2010

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *