Janganlah menggunakan setiap kesempatan itu dengan tidak bijaksana dan tidak membawa diri kepada kebenaran Allah
Manusia adalah makhluk yang dahsyat. Kedahsyatannya bukan hanya terletak pada kecerdasan dan segala kemampuan yang dimilikinya, tetapi juga terletak pada kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang kekal. Kata “makhluk hidup” dalam teks aslinya nephesh khayyah yang berarti “nyawa yang hidup”. Inilah yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.
Pengertian “makhluk yang hidup” di sini harus dibedakan dengan pengertian makhluk hidup yang dipahami oleh kebanyakan orang. Selama ini yang disebut “makhluk hidup” bukan hanya manusia; hewan pun juga disebut makhluk hidup. Tetapi tentunya hidupnya hewan tidak sama dengan manusia. Manusia menjadi makhluk hidup bukan hanya dimengerti sebagai makhluk yang bisa bergerak sendiri, tetapi memiliki unsur kekekalan. Nephesh khayyah adalah kesadaran kekal yang dimiliki manusia, yang tidak dimiliki makhluk lain. Jadi meskipun tubuh manusia dikubur, hancur bersama tanah di bumi, tetapi kesadarannya tidak pernah lenyap.
Untuk seekor binatang yang hari ini hidup lalu esok mati, lenyaplah kehidupan dan kesadarannya; tidak ada kelanjutannya. Berbeda dengan manusia: tubuhnya terbujur kaku, tetapi roh dan jiwanya menyatu menuju ke alam baka. Karena itu pola hidup manusia tidak boleh disamakan dengan pola hidup hewan. Hidup hewan hanya terfokus pada makan dan minum, tak perlu memperdulikan persekutuan dengan Tuhan Penciptanya. Hidup manusia harus terfokus pada Tuhan, untuk dapat bersekutu dengan Tuhan dan mengabdi kepada-Nya. Kesadaran yang tidak pernah lenyap ini adalah sesuatu yang sangat dahsyat, mengerikan dan tak teruraikan dengan kata-kata. Inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang berisiko sangat tinggi. Manusia harus menghadapi kesadaran kekal, di neraka atau di surga.
Bayangkan kalau kita ada di keadaan itu. Ketika nyawa kita membubung melayang meninggalkan tubuh yang terbujur kaku, mata kita memandang kekekalan. Kita tidak bisa menengok ke belakang kembali ke bumi. Situasi itu sangat dahsyat. Kalau pada waktu itu seseorang tidak menjadi sekutu Tuhan, betapa mengerikan! Tidak ada kesempatan untuk memperbaiki diri dan bertobat. Kesempatan bertobat dan memperbaiki diri hanya di bumi, sekarang ini waktunya! Oleh sebab itu janganlah menggunakan setiap kesempatan itu dengan tidak bijaksana dan tidak membawa diri kepada kebenaran Allah, sementara banyak kesempatan yang kita gunakan untuk sekedar mengumpulkan harta, meraih cita-cita duniawi seperti pangkat, prestasi, gelar dan sebagainya.
Jangan menggunakan setiap kesempatan hanya untuk memuaskan hasrat daging dan berbagai kesenangan, seolah-olah hidup ini adalah kesempatan satu-satunya bagi manusia memiliki kesadaran. Ia lupa bahwa hidup ini sekarang baru permulaan dari sebuah kesadaran abadi (I Kor 15:32, Luk 16:19-31). Di balik kehidupan hari ini, masih ada kehidupan yang panjang yang disediakan Allah, yaitu kehidupan di keabadian. Milikilah kesadaran untuk hidup dalam kekekalan bersama dengan Tuhan.
Dikutip dari Warta Jemaat Rehobot Ministry 7 Februari 2010