Kurban Syukur

Mazmur 100:1-5

Mazmur ini dinyanyikan oleh umat Israel pada waktu mereka membawa kurban syukur ke Bait Allah dan kurban syukur pada jaman Perjanjian Lama adalah hewan yaitu lembu, domba, sapi dibawa ke Bait Allah lalu disembelih, darahnya dipercikkan di atas mezbah dan lemak-lemaknya di bakar di atas mezbah. Sementara asapnya naik, harum baunya memenuhi ruangan itu dan sementara itulah mereka menyanyikan antara lain Mazmur 100 ini. Walaupun dalam Mazmur ini tidak disebutkan alasan praktis apa sehingga mereka bersyukur kepada Tuhan, tetapi dalam Mazmur ini disebutkan alasan mendasar mengapa mereka bersyukur kepada Tuhan. Ay. 5, “Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetian-Nya tetap turun-temurun.”

Jadi alasan untuk bersyukur hanya dua: 1. TUHAN itu baik. 2. TUHAN itu setia. Dan kalau kita bersyukur bahwa TUHAN itu baik dan setia, maka setiap detik, setiap menit, setiap saat, ada saja alasan untuk bersyukur. Bangun pagi masih bisa bernapas, jalan, punya makanan, bersyukur. Dan sebenarnya itu adalah nada dasar atau tema dasar dari seluruh Mazmur syukur dalam Alkitab. Nada dasar dari semua Mazmur syukur adalah: “Bersyukurlah pada TUHAN sebab Ia baik, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” Jadi kita bersyukur kepada TUHAN sebab TUHAN itu baik dan setia.

Apa artinya TUHAN itu baik? Orang yang baik ialah orang yang selalu melihat segala sesuatu dari sudut pandang baiknya atau positifnya. Sebaliknya orang yang tidak baik selalu negative thinking. Apa saja yang di depan matanya adalah jelek. Kalau kita sudah berpikiran negatif terhadap orang, apapun yang orang buat di depan mata kita semuanya jelek. Tetapi orang yang baik, adalah orang yang selalu melihat segala sesuatu dari sudut pandang baiknya. TUHAN itu baik, artinya? TUHAN selalu melihat kita dari sudut pandang baik. TUHAN selalu positive thinking kepada kita, sekalipun kita banyak salahnya, banyak pelanggarannya, bukan itu yang Dia lihat, karena kalau pekerjaan TUHAN hanya menghitung-hitung kesalahan kita, maka tidak ada satupun kita yang dapat bertahan (lihat Mazmur 130:3). Kita bersyukur kepada TUHAN karena TUHAN itu baik, artinya jangan kita mengatakan TUHAN baik karena kita sehat, dapat uang, tetapi karena TUHAN melihat kita dari sisi positif-Nya.

Setia, dalam bahasa Ibrani kata “setia” itu adalah “emuna” yang artinya tidak berubah. jadi orang yang setia yaitu orang tidak berubah dalam hal komitmen, janji, kepercayaan, dia tidak berubah. Maka suami yang setia kepada istri adalah apapun yang terjadi pada istri, cinta suami tidak berubah. TUHAN itu setia artinya TUHAN tidak berubah dalam kasih-Nya, dalam janji-Nya, dalam komitmen-Nya untuk menyertai kita.

Pertanyaannya, kenapa TUHAN baik dan setia kepada kita? Ay. 3. “Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.” TUHAN baik dan setia kepada kita, TUHAN positive thinking pada kita karena kita ini Dia yang punya, Dia yang buat, Dia yang pelihara, Dia yang gembalakan. Itu sebabnya Dia baik dan Dia setia kepada kita. Ketika kita banyak uang, sehat dan semuanya dalam keadaan aman begitu mudah kita mengatakan bahwa TUHAN itu baik dan setia, tetapi ketika kita sakit, menderita dan mengalami problem dan tidak punya uang bisakah kita mengatakan TUHAN itu baik dan setia? Hal ini tidak gampang. Artinya hanya orang-orang yang imannya sudah dewasa sajalah yang bisa melihat bahwa di balik yang tidak baik dan yang pahit-pahit juga ada kebaikan dan kesetiaan dari TUHAN.

Jadi untuk bisa melihat bahwa di balik yang pahit-pahit itu ada yang baik, maka dibutuhkan iman yang dewasa. TUHAN tidak selalu memberi kita yang manis-manis tetapi TUHAN juga seringkali memberikan kita yang pahit-pahit tetapi dibalik yang pahit-pahit itu ada kebaikan dan kesetiaan TUHAN. Dalam I Tesalonika 5:18 dikatakan: Mengucap syukurlah dalam segala hal…” Dan Efesus 5:20 mengatakan: “Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu…” Dalam hal ini ada dua hal yaitu: Mengucap syukurlah dalam segala hal dan mengucap syukur atas segala sesuatu. Kedua kata ini kelihatan sama tetapi sesungguhnya berbeda. Mengucap syukur dalam segala hal, keadaan susah, senang sakit, sehat, mempunyai uang dan tidak, kita harus selalu mengucap syukur. Tetapi mengucap syukur atas segala sesuatu artinya segala sesuatu kita harus mengucap syukur. Sesuatu yang kecil bersyukur, sesuatu yang besar bersyukur. Tetapi bisanya kalau kita menerima sesuatu yang besar, kita besyukur tetapi kalau kita menerima sesuatu yang biasa-biasa, kita tidak bersyukur.

Kalau dahulu orang Israel pergi mempersembahkan syukur ke Bait Allah, yang mereka persembahkan adalah tubuh hewan yang disembelih, darahnya dipercikkan di mezbah, lemak-lemaknya dibakar di atas mezbah, sekarang dalam terang Perjanjian Baru, dalam terang kedatangan Kristus, apa yang kita persembahkan sebagai kurban syukur kita? Roma 12:1 mengatakan: Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: Itu adalah ibadahmu yang sejati.” Kalau dahulu persembahan kurban adalah hewan, maka sekarang yang kita persembahkan adalah tubuh kita, kalau dahulu tubuh hewan itu mati, maka sekarang yang kita persembahkan adalah tubuh kita selagi hidup.

Apa artinya mempersembahkan tubuh selagi kita hidup sebagai persembahan yang hidup? Artinya apapun yang kita buat dengan tubuh kita dari ujung rambut sampai telapak kaki, kita lakukan itu untuk Tuhan. Apapun yang dilakukan oleh tubuh kita, itu harus kita lakukan menjadi persembahan bagi Tuhan. Ibrani 13:15-16 dikatakan: “Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya. Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.” Jadi kurban-kurban dalam terang Perjanjian Baru adalah: 1. Bibir yang memuliakan Allah, 2. Tangan yang berbuat baik. Dalam ay. 2 dikatakan: “Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita,…” Sukacita kita dalam beribadah adalah sukacita rohani, jangan sampai kita beribadah kepada TUHAN hanya sebagai hiburan lalu sesudah itu kita pergi dan kita kembali jatuh ke dalam dukacita. Tetapi kita harus bersukacita secara rohani, yang bersukacita itu ialah jiwa kita, roh kita karena TUHAN itu baik dan TUHAN itu setia.

Sumber: Warta Jemaat Gereja Duta Injil 15 Juli 2012