Esensi Ibadah

Ibrani 9:13-14

Tujuan darah Yesus diberikan pada kita adalah supaya kita disucikan, diselamatkan, diampuni. Tetapi ternyata lebih dari itu, tujuan yang akhirnya adalah supaya kita dapat beribadah. Jadi betapa pentingnya ibadah itu, sayangnya Setan sudah membelokkan dengan pengertian yang salah, orang berpikir ibadah adalah acara, pertemuan yang rame-rame, senang-senang, tepuk-tepuk tangan akan tetapi dalam 2 Timotius 3:5 dikatakan: Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!

Jadi ibadah itu selalu membawa kekuatan, anugerah, pertolongan, perubahan karena ada kekuatan dalam ibadah. Tetapi pertanyaannya: ibadah seperti apa yang hakekatnya akan membuat orang kuat? Ternyata ibadah yang memang hubungannya kita intim dengan Tuhan, itu ada tiga ayat saja dan dari tiga ayat ini ada beberapa prinsip yang dapat kita tarik: Pertama, ibadah yang rohani yang sungguh-sungguh (Kolose 2:18-19) “Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleb orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi, sedang ia tidak berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya.”

Ibadah yang rohani adalah kita melekat pada Kepala. Itu sebabnya ibadah bukan hanya mengalami acara, ibadah bukan hanya mengalami program, ibadah bukan hanya sekedar kumpul-kumpul tetapi yang lebih utama dari itu adalah melekat dengan kepala sebab tubuh kalau tidak melekat pada kepala maka tubuh itu tidak akan mungkin hidup. Karena itu ibadah tidak rohani kalau tidak melekat kepada kepala. Kehidupan kekristenan tidak ditentukan dari seberapa sibuknya aktivitas kita tetapi apakah kita melekat kepada kepala. Sebagai tubuh, jangan berjalan kalau kepala tidak menuntun kita. Jangan ambil keputusan apapun dalam bisnis, dalam apapun kalau kepala tidak menuntun kita sebab mata itu ada di kepala, telinga ada di kepala, mulut itu ada di kepala, kalau begitu bagaimana dengan tubuh? Tubuh itu ada tangan untuk kita kerjakan sesuatu tetapi visinya, pendengarannya, cara berpikir kita ada di kepala. Di kepala ada hikmat, di kepala ada strategi, di kepala ada visi, di kepala ada pendengaran, di kepala ada ketajaman, di kepala ada mulut yang penuh dengan firman. Karena itu biarkan hidup kita dipimpin oleh kepala, bersekutu setiap hari dengan Tuhan. Jangan merasa bisa dalam hal apapun. Kadangkala ada pendeta yang tidak bisa mengatur keluarga, ada orang yang kelihatan sibuk menjadi pengurus gereja akan tetapi bisnisnya berantakan juga, kelihatan rohani padahal tidak rohani karena yang rohani itu adalah melekat kepada kepala.

Dalam Yohanes 15:4 dikatakan: “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama uperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.” Kata tinggallah dalam bahasa aslinya ditulis dengan kata “Menokh” yang artinya tinggal dengan tidak bisa diganggu oleh apapun. Kalau kita tinggal melekat pada kepala, hidup kita tidak akan turun tetapi selalu akan berumbuh dalam segala aspek.

Kedua, ibadah yang murni. Yakobus 1:27 dikatakan: “Ibadah yang murni dan_yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.” Siapakah mereka ini? Mereka adalah kelompok yang mewakili orang-orang yang memang perlu kita tolong. Banyak orang tergerak dalam beribadah, akan tetapi setelah tergerak, tidak pernah bergerak, namun yang Tuhan mau setelah kita tergerak, bergeraklah. Tanda seseorang itu hidup sungguh-sungguh beribadah, pasti ekspresinya akan melakukan sesuatu bagi orang-orang di sekitarnya. Percuma kita bicara rohani kalau rohani tidak bisa diaplikasikan dalam hidup jasmani untuk orang di sekitar kita. Gereja jangan herpikir minoritas-mayoritas karena minoritas-mayoritas itu soal jumlah, minoritas-mayoritas itu berbicara sikap hati walaupun sedikit asalkan bersama Tuhan inilah yang luar biasa. Saya punya berita hari ini, itu baik! Akan tetapi ada yang lebih penting dari itu yaitu saya harus menjadi berita. Gereja punya berita itu bagus tetapi yang lebih penting dari itu adalah kita ini adalah berita yang sungguh-sungguh akan menjadi berkat di mana-mana sebab orang yang memberkati pasti diberkati. Kunci bahwa kita diberkati adalah diwaktu kita memberi, karena waktu kita memberi, kita sungguh-sungguh akan ditolong Tuhan. Dalam Matius 25:40 Yesus berkata: “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesunguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Dalam hal ini Yesus mengidentifikasikan diri-Nya dengan orang susah. Jadi apapun yang kita kerjakan dengan menolong siapapun untuk jadi berkat, itu kita sedang melakukannya buat kemuliaan Raja segala raja.

Karena itu ibadah yang murni adalah menjadi berkat buat banyak orang. Tidak usah berpikir yang hebat-hebat tetapi yang praktis saja dan sederhana sampai orang yang ada di sekeliling kita berkata: “Memang luar biasa Tuhan yang mereka sembah.” Dalam Matius 5:16 Yesus berkata: “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu_yang baik dan akan Bapamu yang di sorga.” Kalau kita mau mempermuliakan Bapa di sorga, praktekkan dalam tindakan yang baik.

Sumber: Warta Jemaat Gereja Duta Injil 17 Juli 2011