Satu hal yang harus kita pahami, bahwa persekutuan indah dengan Tuhan tidak mengganggu sama sekali mobilitas hidup dan suasana jiwa kita. Justru hal ini akan membuat kita dapat menggerakkan hidup ini dengan benar dan menikmati damai sejahtera Tuhan. Persekutuan yang benar dengan Tuhan akan ditandai dengan hati yang tertaruh di dalam Kerajaan-Nya (di mana ada hartamu di situ hatimu berada Mat 6:19-21). Firman Tuhan yang mulia ini tidak mengurangi kita bekerja berusaha mencari nafkah, menikmati hidup ini dan rumah tangga kita. Firman Tuhan ini tidak membuat hidup kita jadi aneh di mata manusia lain, memang tetap wajar tetapi beda. Kelihatannya sama tetapi sebenarnya beda. Jangan kelihatannya beda sebenarnya sama.
Untuk memindahkan hati ke dalam kerajaan-Nya kita harus memiliki skala berpikir yang benar-benar besar; lebih besar dari skala berpikir manusia pada umumnya, bahkan dari orang-orang beragama pada umumnya. Skala dalam ukuran besar di sini maksudnya adalah kita berpikir seperti Tuhan berpikir. Untuk ini dibutuhkan pembaharuan pikiran terus-menerus. Itulah sebabnya Tuhan Yesus bekerja di sepanjang pelayanan-Nya dengan mengajar, mengajar dan mengajar. Ini berarti untuk memiliki skala berpikir seperti Tuhan harus bekerja keras belajar dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. 3,5 tahun yang diterima pengikut-pengikut awal Tuhan Yesus seperti Petrus, Yohanes dan Yakobus menjadi mahasiswa Tuhan Yesus masih kurang, apalagi jika kita tidak mau belajar. Bila kita terus mengembangkan pola berpikir yang baik, di antaranya pola berpikir yang berbasis pada dunia yang akan datang yang disebut logika rohani, barulah Tuhan bisa mengajak kita berbicara. Seorang anak usia 5 tahun tidak bisa diajak berbicara seorang pria usia 30 tahun, kecuali anak itu terus bertumbuh dengan normal sampai memiliki pemahaman tinggi, matang dan lengkap seperti yang dimiliki oleh pria berusia 30 tahun. Inilah kesulitan yang dihadapi oleh Paulus (1Kor 3:2; Ibr 5:2,14).
Dalam satu kali kesempatan Tuhan Yesus berkata: Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasa-Ku? Sebab kamu tidak dapat menangkap firman-Ku (Yoh 8:43). Kata bahasaku: my speech (perkataan). Perkataan di sini maksudnya jiwa atau nafas atau esensi dari perkataannya. Seperti anak mendengar suara orang tua, tahu bahasanya, tetapi tidak menangkap intinya. Hal ini disebabkan kedegilan atau kekerasan hati (mau-maunya sendiri), tidak sanggup menolak keinginannya sendiri. Ini keadaan membahayakan, “point of no return”. Tidak sedikit orang percaya yang tidak bisa diajak berbicara dengan Tuhan sebab belum dapat mengerti atau tidak mampu menanggungnya. Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya (Yoh 16:12). Bahkan setelah kebangkitan Tuhan Yesus murid-murid-Nya masih belum mengerti rencana Tuhan (Kis 1:1-6). Tuhan menghendaki agar kita mengerti apa yang direncanakan dan dikehendaki-Nya. Kamu bukan lagi hamba, tetapi sahabat, sebab hamba tidak tahu apa yang dilakukan tuannya (Yoh 15:15). Kita adalah anak-anak Tuhan yang memiliki Roh Kudus dalam diri kita. Kita dimungkinkan untuk dapat berdialog dengan Tuhan kapan saja dan di mana saja. Melalui pikiran kita berbicara kepada Tuhan. Kalau pikiran tidak diperbaharui terus menerus dan menjadi dewasa, jelas kita tidak akan dapat “nyambung” dengan Tuhan.
Pengalaman luar biasa ini dialami oleh penulis kitab Mazmur yang menyatakan “Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya (Maz 73:26). Dari pernyataan ini pemazmur hendak mengatakan bahwa aku rela tidak memiliki apapun asal jangan tidak memiliki Engkau.
Akhirnya, terdapat perjuangan yang berat untuk menemukan, mengalami dan memiliki secara permanen hubungan ini. Perjuangannya terletak ketika kita harus melepaskan segala ikatan dan kecintaan kita terhadap apapun dan siapapun serta meletakkan Tuhan sebagai pribadi yang paling berharga dan tercinta.
Dikutip dari Warta Jemaat Rehobot Ministry 16 November 2008