Kamu Bukan dari Dunia Ini

Iman tanpa perbuatan adalah kosong. Perbuatan tanpa iman adalah omong kosong.

Mengikut Tuhan Yesus bukan sekedar menjadi seorang yang beragama Kristen. Mengikut Yesus berarti mengikuti jejak-Nya. Kepada seorang yang datang kepada-Nya Yesus berkata, “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Di sini Tuhan Yesus mengisyaratkan bahwa dunia ini bukanlah pelabuhan hidup. Dunia ini adalah tempat persinggahan sementara untuk melayani Bapa dan membuktikan kesetiaan kita untuk menggenapi rencana-rencana-Nya. Itulah sebabnya Tuhan menegaskan bahwa kita bukan berasal dari dunia ini. Kita akan gagal menjadi anak Tuhan yang berkenan, jika kita gagal menyadari status kita yang berbeda dari anak-anak dunia. Status kita adalah sebagai anak-anak Allah yang dilahirkan dari atas. Petrus mengatakan dalam 1 Petrus 2:9 bahwa kita adalah “umat pilihan, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, Imamat yang rajani.” Kepada orang-orang Farisi Tuhan Yesus berkata bahwa, “Kamu dari dunia ini, sedangkan Aku bukan dari dunia ini.” Kepada para pengikut-Nya Tuhan Yesus berkata bahwa, “Kamu bukan dari dunia ini.” Sebagaimana Tuhan Yesus bukan berasal dari dunia ini, begitu juga kita.

Pernyataan ini harus dihayati sepenuh hati. Karena inilah yang dapat membuat seseorang sadar akan statusnya di hadapan Tuhan. Untuk itu kita harus meninggalkan pola pikir dan perilaku yang salah, yaitu pola pikir dan perilaku yang berbasis pada dunia ini. Hendaknya kita sebagai anak-anak Tuhan harus beriman, berperilaku dan berpikir seperti anak-anak Tuhan. Tetapi kenyataannya banyak orang-orang Kristen yang belum siap melakukan hal ini. Memang benar manusia diselamatkan hanya karena iman, akan tetapi bukan iman yang pasif, melainkan iman yang aktif – iman yang disertai dengan perbuatan.

Abraham adalah salah satu contoh anak Tuhan yang beriman, berperilaku, dan berpikir seperti seorang yang bukan berasal dari dunia ini. Ia memiliki iman yang aktif. Ia rela berangkat meninggalkan kemewahan Urkasdim hanya untuk memperoleh Tanah Air Sorgawi yang Allah janjikan. Ia juga rela untuk menyembelih anaknya Ishak hanya karena ia ingin membuktikan ketaatan iman kepercayaannya kepada Bapa di Sorga. Ia sadar bahwa ia hanya seorang musafir di dalam dunia ini karena ia tahu bahwa dunia ini bukanlah pelabuhan terakhir dari hidup yang sesungguhnya.

Lalu bagaimana dengan kita sebagai umat Allah saat ini? Apakah kita sudah melakukan apa yang Abraham lakukan untuk menyenangkan hati Tuhan? Apakah kita sudah memiliki standar iman dan perbuatan seperti Abraham? Jika belum, maka keselamatan saudara sebagai pengikut Kristus amat diragukan sekali. Apakah memang harus seperti Abraham? Ya! Jika kita mengakui bahwa Abraham adalah bapa orang percaya atau beriman, maka standar iman kita pun harus sama atau hampir sama seperti Abraham. Jika tidak sia-sialah pengiringan kita kepada Kristus selama ini.

Kita memang harus bekerja, berkarir, dan belajar. Namun persoalan makan minum jangan jadi prioritas utama dari tujuan hidup kekristenan kita saat ini. Jika persoalan makan minum jadi prioritas utama dari tujuan hidup kekristenan kita, apa bedanya kita dengan bangsa-bangsa di dunia yang tidak mengenal Allah? Persoalan kita yang sesungguhnya adalah apakah kita mau menyadari dan menghargai status diri kita yang bukan berasal dari dunia ini. Hal ini memang terdengar bombastis, namun begitulah adanya.

Dikutip dari Warta Jemaat Rehobot Ministry 15 November 2009

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *