Tamak Dan Rakus

Pengkhotbah 5:7-19

Kehidupan Salomo mengalami penurunan spiritual yang dalam karena pemujaan berhala, serta menuruti kehendak hatinya belaka. Ia dibutakan oleh kenikmatan dan harta sehingga telah membangun materialisme sebagai cara untuk memperoleh kebahagiaan. Salomo melakukan suatu refleksi-refleksi sinis tentang kesia-siaan dan kekosongan dalam kehidupan yang berusaha mendapatkan kebahagiaan tetapi jauh dari Allah dan Firman-Nya.

Ayat 7
Ketika memperhatikan kembali penindasan kaum miskin dan ketidakadilan yang tetap berlaku, Salomo memperingatkan para penindas bahwa Allah adalah Hakim tertinggi. Dia di atas semua orang, dan Dia akan memberikan keputusan akhir pada hari penghakiman kelak.

Ayat 8-16
Uang dan harta yang berlimpah-limpah tidak dapat memberi arti kepada hidup dan dengan demikian tidak bisa mendatangkan kebahagiaan sejati. Pada umumnya, seorang pekerja jujur yang pulang setelah bekerja keras sepanjang hari bisa tidur dengan nyenyak, sedangkan orang kaya tidak bisa tidur karena takut tertimpa musibah yang dapat menyebabkan hilangnya segala kekayaannya. Tetapi sekalipun mereka tidak kehilangan sesuatu, mereka tidak akan membawa apa-apa ketika meninggal dunia.

Sangat menyedihkan bahwa demikian banyak orang bekerja dengan begitu keras untuk memperoleh harta kekayaan melimpah padahal jauh lebih baik mengumpulkan harta di sorga (Matius 6:19-21).

Ayat 17-19
Apabila Allah mengizinkan kita menikmati pekerjaan kita dan memperoleh dengan cara jujur lebih daripada yang kita butuhkan, kita harus menganggap apa yang kita miliki sebagai karunia Allah, untuk dipakai menolong orang lain dan memperluas kerajaan Allah di bumi.

Rangkaian bacaan dari Pengkhotbah ini amat tepat saat datang di tengah merebaknya kehidupan materialis dan hedonis yang hebat melanda banyak orang. Korupsi dan penyalahgunaan wewenang dilakukan bahkan tanpa takut tertangkap dan tidak mengingat janji jabatan.

  • Hidup yang sama sekali di atas kemampuan pembiayaan berdasarkan gaji dipertontonkan tanpa sungkan. Politik, kelembagaan dan sosial umum setiap hari memperlihatkan penurunan praktek kehidupan yang jujur, berjuang bagi kepentingan umum dan pelaksanaan praktik keberagaman oleh yang bersangkutan
  • Bahkan kekayaan justru bisa menjadi faktor yang membuat orang tidak bisa hidup bahagia (ayat 11-12). Mampu bahagia dalam apa yang dimiliki adalah karunia Allah semata (ayat 17-19)
  • Ketidakberdayaan manusia. Pengkhotbah bukan pesimis, tetapi realistis tentang kefanaan dan keberdosaan manusia. Kedua hal itu membuat manusia tidak berdaya untuk membuat hidupnya berarti dan berbahagia

Apakah kita adalah orang yang dikarunia Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya? Jangan ragu, terimalah bagian yang diberikan Allah kepada kita masing-masing. Mari bersukacitalah dalam jerih payahmu. Namun apabila itu semua merupakan hasil perampasan korupsi, janganlah menikmatinya. Apabila kita toh hendak menikmatinya, sadarlah bahwa kita mengundang penghukuman atas diri kita. ltu bukan karunia Allah, la pun tidak mengizinkan kita untuk menikmatinya.

Sumber: Warta Jemaat GPIB 10 Juli 2016