Ciptaan Baru di dalam Kristus

2 Korintus 5:17

Sama seperti semua makhluk hidup, manusia mempunyai kebutuhan. Karena itu setiap orang tentu berkepentingan untuk memenuhi kebutuhannya. Namun manusia diberi Tuhan akal budi dan kemampuan untuk mempertimbangkan antara kebutuhan dengan keinginan. Karena itu seseorang dengan tingkat kematangan dirinya dapat memilih dan memutuskan segala kepentingan menurut pertimbangan akal budi dan imannya. Pada puncak kematangannya seseorang mampu mengambil keputusan berdasarkan iman, bukan sekadar pertimbangan akal budinya. (2 Korintus 5:7)

Satu indikator yang dapat dilihat sebagai tanda kematangan diri seseorang adalah mampu dan bersedia mengutamakan orang lain. Ia mampu mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingannya sendiri. Ia selalu memberikan kesempatan bagi orang lain, dan tidak menghalangi seseorang mencapai tujuan hidupnya. Sebaliknya bahkan ia akan mengupayakan yang terbaik bagi mereka dengan membelakangkan kepentingannya sendiri. Pada dasarnya orang seperti itulah yang dimaksud sebagai “manusia baru” yang tidak lagi menilai seseorang menurutukuran manusia.

Pertanyaannya, “Lantas menurut ukuran apa?” Ada orang yang menurut perintah atasan atau fatwa tokoh agama. Ada yang menurut peraturan dan perundang-undangan atau hukum positif. Ada pula yang menurut ukuran keseimbangan alam. Di sinilah akan nyata perbedaan orang Kristen dengan orang lain yang bukan Kristen. Paulus sebagai seorang rasul Yesus Kristus, mantan “penjahat” yang tekun dan bangga memburu dan menganiaya pengikut Yesus Kristus, telah mencapai puncak kematangan diri dengan mengambil keputusan berdasarkan pertirnbangan iman; bukan lagi berdasarkan akal budi maupun status sosial-akademis. Ia tidak lagi menguasai dirinya untuk melayani. Artinya, untuk melayani orang lain bukan dia sendiri lagi yang berkuasa atas dirinya, melainkan Roh Allah. Bukan kepentingannya sendiri lagi yang ia cari, melainkan kepentingan orang lain. Bukan untuk menyenangkan hatinya lagi yang ia lakukan, melainkan karena kasih Tuhan Yesus yang telah ia dapatkan. Itu jauh lebih berharga dari segala hal, yang ia sadar sesungguhnya ia tidak layak mendapatkannya.

Oleh pengenalannya akan Yesus Kristus, Paulus bahkan mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada merupakan kerugian tanpa mengenal Tuhan Yesus. Apapun yang ia miliki sesungguhnya adalah sampah dan tidak berarti sama sekali dibandingkan dengan kasih Tuhan Yesus (Fil. 3:8). Untuk itu ia tidak lagi merasa perlu segala sesuatu bagi dirinya, dan sebaliknya bersedia dengan tekun dan sukarela melakukan apapun demi memperoleh kasih Kristus yang telah dikaruniakan kepadanya itu. Karena itu dengan gamblang dan “garnpang” (namun bukan gampangan!), ia mampu berkata bahwa baginya “Hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” (Fil. 1:21)

Ucapan Paulus ini juga kita dengar dari seorang Kristen masa kini, yang menjadi tokoh fenomenal di tengah-tengah pergulatan politik bangsa dan masyarakat kita di Indonesia yang telah “membudayakan” kejahatan dan korupsi di segala lapisan dan lapangan kehidupan. AHOK menjadi sebuah nama yang kontroversial karena begitu banyaknya pihak dan kelompok “manusia lama” yang masih nikmat dan “berbahagia” hidup dalam kegelapan dan rupa-rupa kejahatan.

Bagaimana dengan kita???

Dikutip dari Warta Jemaat HKBP 6 Maret 2016