Dukacita di Hadapan Tuhan

Harus dimengerti bahwa kehidupan orang percaya bukanlah kehidupan yang senantiasa diliputi oleh gelak tawa dan kegembiraan jiwani sebagaimana anak dunia miliki. Terhadap orang yang tidak mengerti dukacita jenis ini, mereka hanya hanyut dengan gelak tawa dan kegembiraan dunia. Tuhan Yesus berkata, “Celakalah kamu yang sekarang ini tertawa” (Luk 6:25). Dalam hal ini patut kita mengingat orang kaya yang selalu dihibur dan bersukacita oleh kekayaannya, tetapi ternyata ia miskin di hadapan Tuhan (Luk 16:19-31). Akhirnya ia tidak pernah menikmati penghiburan dari Allah selamanya. Ini adalah kecelakaan yang maha dahsyat. “Berbahagialah orang yang berdukacita” (Mat 5:4, teks NIV: Blessed are those who mourn, for they will be comforted). Pernyataan Tuhan di sini sangat aneh dan janggal. Ini adalah sebuah paradoks yang sangat membingungkan. Dukacita adalah sesuatu yang dijauhi manusia. Tetapi di sini justru dukacita dinyatakan dapat mendatangkan penghiburan. Tersirat jelas bahwa dukacita di sini bukan merugikan atau mendatangkan celaka tetapi sebaliknya menguntungkan.

Pengertian dukacita di sini tidak boleh kita artikan salah. Dukacita di sini bukanlah dukacita seperti pengertian pada umumnya, yaitu dukacita oleh karena menanggung kesusahan tertentu karena suatu kesulitan hidup. Dukacita ini adalah dukacita yang memiliki ciri tertentu dan bersifat khusus. Inilah dukacita yang menurut Paulus sebagai “dukacita” menurut kehendak Allah (2 Kor 7:8-10).

Mendengar kata “dukacita” pada umumnya kita sudah menolak, tidak menyukai dan memandangnya negatif. Tetapi ada satu jenis dukacita yang positif, dukacita yang mendatangkan keuntungan, kehidupan dan berkat. Untuk mengenal dukacita ini perlu kita terlebih dahulu melihat latar belakang dukacita orang Korintus. Mereka berdukacita karena surat Paulus, surat Paulus sering dikenal sebagai surat kemarahan yang pedas dan keras (severe letter). Sebuah surat pedas yang menunjukkan, membongkar dan menegur kebejatan dan berbagai praktek hidup jemaat Korintus yang mendukakan hati Allah. Surat itu berisi teguran keras terhadap jemaat Korintus. Teguran itu menimbulkan suatu respon, yaitu dukacita yang mendalam (Yun. elupethete; dari kata kerja lupeo deeply grief, very sad). Ini bukan dukacita dari dunia.

Rupanya teguran yang keras dan tegas dapat membuka mata pikiran seseorang mengenali dirinya, yaitu keberadaannya di mata Allah, sehingga timbul dukacita yang benar. Oleh sebab itu kita hendaknya tidak menolak teguran-teguran keras yang ditikamkan atas kita. Khotbah yang keras bukan saja khotbah yang menyinggung mengenai praktek-praktek amoral. Tetapi juga ajaran yang mengajak jemaat mengasihi Allah dengan kesediaan meninggalkan dunia ini dengan segala kesenangannya, mengiring Tuhan dengan rela memikul salib. Rela menderita karena menolak kompromi dengan dosa. Khotbah yang keras adalah khotbah yang mengajak umat untuk hidup seperti Yesus hidup.

Dukacita karena kesadarannya terhadap dosa inilah yang dialami oleh penduduk Niniwe sehingga hukuman Allah tidak jadi menimpa mereka (Yunus 3:1-5). Orang yang memiliki dukacita ini akan menjadi semakin kebal terhadap dukacita dunia yang ditancapkan oleh iblis. Menjadi tangguh dalam menghadapi berbagai pergumulan dalam hidup ini. Paralel dengan kenyataan bahwa kalau seseorang mengutamakan Tuhan dan bergumul mengutamakan kerajaan sorga maka segala persoalan hidup ini betapa pun besarnya menjadi kecil dan tidak berarti lagi.

Dikutip dari Warta Jemaat Rehobot Ministry 26 Juli 2009.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *