Menghilangkan Unsur Agamawi

Kalau kita konsekuen mengakui bahwa kekristenan bukanlah agama, maka kita harus berani menghilangkan unsur-unsur agamawi yang merusak kemurnian iman Kristen. Hal ini bukan sesuatu yang mudah karena pola keberagamaan itu telah bertahun-tahun mengakar dan menyatu ke dalam diri umat. Doktrin-doktrin gereja dan pola pikirnya telah disejajarkan dengan kewibawaan Alkitab. Kewibawaan Alkitab telah dirongrong oleh pola pikir yang salah tersebut, khususnya oleh tokoh-tokoh Kristen yang mengaku telah menerima pengajaran langsung dari Tuhan yang memberi kesan bahwa ia dekat dengan Tuhan lalu mendapatkan wahyu-wahyu khusus-Nya. Tanpa disadari hal ini telah mengobrak-abrik kemurnian Injil yang sejati. Untuk mengetahui orang-orang yang seperti itu dapat dilihat dari cara mereka hidup setiap hari. Firman Tuhan berkata “dari buahnyalah engkau mengenal mereka”.

Bagaimanapun, pengajaran yang benar akan memindahkan hati kita dari dunia ini ke Kerajaan Bapa di sorga. Pengajaran yang benar akan membuat fokus kita tertuju pada hal-hal yang memiliki nilai kekekalan dan membuat kita tidak akan berbangga dengan perkara-perkara jasmani termasuk prestasi-prestasi yang hebat seperti sukses, kedudukan tinggi, ketenaran dan kemewahan.

Sementara itu banyak orang yang dianggap sebagai pengajar yang baik karena mereka telah melewati jenjang pendidikan theologia. Di antara mereka hanya mengolah firman Tuhan sebagai bidang disiplin ilmu pengetahuan semata. Dengan arogansi mereka menganggap bahwa Tuhan dapat diformulasikan dengan disiplin ilmu yang telah mereka terima. Walaupun tidak mudah untuk menghilangkan unsur-unsur agamawi yang merusak kemurnian iman Kristen, namun bukan berarti tidak mungkin meninggalkan pola pikir agamawi, kalau kita mengerti prinsip-prinsip Injil dan berani untuk mengenakannya dalam keseharian kita.

Hal yang harus kita mengerti adalah kehidupan bangsa Israel tidak boleh menjadi standar hidup orang percaya saat ini. Untuk itu kita harus memiliki cara pandang yang benar terhadap Perjanjian Lama. Hal ini bukan berarti kita membuang atau tidak membutuhkan Perjanjian Lama, tetapi kita harus memperlakukan kitab Perjanjian Lama pada proporsinya. Kegagalan dan kemalasan kita untuk menempatkan Perjanjian Lama pada proporsinya akan membuat kita jatuh terjerumus ke dalam pemahaman Alkitab yang tidak Alkitabiah. Akibatnya banyak orang Kristen saat ini yang menjadikan standar hidup umat Perjanjian Lama sebagai standar hidup mereka, yang pada akhirnya kita tidak dapat mengenal Injil sepenuhnya. Sama seperti bangsa Israel yang karena pola pikirnya menekankan berkat jasmani, maka mereka telah menolak Yesus dan menolak prinsip-prinsip kebenaran Injil yang benar. Pada hari ini banyak umat Kristen yang berpikir dan berkelakuan sebagai umat Perjanjian Lama. Padahal jika bangsa Israel mengenal Allah mereka lewat kuasa dan mujizat-Nya, maka kita seharusnya mengenal Allah lewat kebenaran firman-Nya.

Kebenaran Injil yang murni saat ini jangan dijadikan seperti barang yang indah untuk dilihat, tetapi tidak up to date untuk diperagakan dalam hidup kekristenan kita.

Dikutip dari Warta Jemaat Rehobot Ministry 19 April 2009

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *