Kemenangan yang Sejati

Kita lebih daripada pemenang jika tetap setia mengasihi Tuhan dalam keadaan-keadaan yang sulit.

Kita lebih daripada pemenang (Roma 8:37). Ungkapan ini kerap disebut-sebut dalam khotbah dan menjadi muatan syair lagu yang digubah oleh komponis lagu-lagu rohani. Tetapi kita biasanya menerima kata “menang” itu tanpa mendalami artinya.

Kata “menang” artinya mengatasi lawan, mengungguli musuh, lulus, menaklukkan. Jadi pemenang artinya orang yang mengatasi lawan, mengungguli musuh, lulus dan menaklukkan lawannya. Kalau demikian, seseorang bisa dikatakan sebagai pemenang kalau sudah bergumul melawan musuh atau menghadapi ujian.

Mari kita perhatikan dengan teliti dan seksama teks ini. Dalam konteks apa Rasul Paulus berbicara mengenai kemenangan? Untuk memahami ini, kita harus memperhatikan tulisannya secara lengkap. Ia mengatakan bahwa kita adalah umat pemenang karena kita adalah ahli waris Kerajaan Sorga (Roma 8:17). Oleh kemenangan Yesus di kayu salib, Ia bisa menyediakan langit baru dan bumi baru, yaitu Kerajaan-Nya; tetapi kita harus menderita bersama dengan-Nya untuk mewarisi kemuliaan Kerajaan-Nya itu. Untuk menerima warisan itu butuh proses (Roma 8:28-30) dan itu bukan proses yang sederhana. Dalam proses itu, sangat mungkin orang percaya menghadapi keadaan keuangan yang sulit, penindasan, kesesakan atau penganiayaan, kelaparan, ketelanjangan, bahaya, atau pedang. Tetapi hal itu seharusnya tidak membuat orang percaya menjadi murtad meninggalkan Tuhan atau lemah dalam pengiringannya kepada Majikan Agungnya.

Jadi keadaan-keadaan yang sulit bukanlah kekalahan. Justru ketika dihadapkan dengan keadaan-keadaan yang sulit itu, kita tetap setia kepada Tuhan, sehingga oleh kasih-Nya kita beroleh kemenangan yang gemilang atas iblis dan dosa. Dengan demikian kita baru bisa disebut lebih daripada pemenang.

Perhatikan sejarah bangsa Israel. Tuhan tidak sulit untuk menaklukkan Mesir dengan kuasa-Nya, tetapi ternyata Ia menghadapi kesulitan untuk menaklukkan watak atau karakter bangsa itu. Itulah sebabnya Tuhan harus membawa bangsa itu berkelana selama 40 tahun di padang gurun.

Ini sama dengan keadaan kita. Tuhan tidak sulit untuk memberkati kita dengan berkat jasmani dan berbagai keberhasilan dalam hidup, tetapi untuk menghancurkan hati kita yang menjadi pangkalan iblis agar dapat diubah menjadi berkarakter yang menyukakan hati-Nya, kita harus melalui proses yang menyakitkan. Dalam proses yang menyakitkan tersebut kita yakin Kristus tetap mengasihi kita. Yang perlu dipertanyakan adalah, apakah kita tetap bersedia mengasihi Dia dengan segala pengorbanan kita?

Dikutip dari Warta Jemaat Rehobot Ministry 24 April 2011

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *