Iman yang Sejati

Percaya kepada Yesus bukan berarti dapat menggunakan Tuhan untuk kepentingan kita, tetapi hidup untuk kepentingan-Nya. Ini adalah warna kehidupan seseorang yang mengabdi kepada Tuhan. Orang yang sudah berpaling dari kepentingan pribadi kepada kepentingan Tuhan. Apa yang dimaksud dengan percaya itu? Berbicara mengenai percaya mungkin sementara orang Kristen sudah bosan karena seringnya kata ini didengar dan diucapkannya. Namun tahukah saudara hal seluk-beluk iman ini secara mendasar dan prinsip? Apa sebenarnya pengertian iman itu?

Iman dalam bahasa Yunani merupakan terjemahan dari kata pistis yang artinya “memberi kepercayaan kepada seseorang”. Kata pistis ini berpadanan dengan kata peithomai dan kata kerjanya pisteuo (2Tim 1:12) yang mempunyai arti: percaya kepada, mempercayakan diri kepada. Dalam bahasa Ibrani “emuna, he emin” mempunyai pengertian: tetap. Dalam memahami kata iman dengan tepat menurut Alkitab perlu diperhatikan bukan saja segi kepercayaan (keyakinan akali), tetapi juga benarnya hubungan (dalam hal ini hubungan antara umat percaya dengan Allah yang dipercayai). Ingat, setan pun percaya kepada Tuhan dan menggeletar (Yak 2:19). Ini berarti bila seseorang memiliki hubungan yang harmonis, ia pasti melayani Tuhan.

Paulus dalam pelayanannya telah mengalami bahwa Dia yang dipercayai itu setia. Paulus mengenal siapa yang dilayani. Pengenalan inilah yang membuahkan dua hal: Ia melayani dengan penuh pengabdian. Sebab ia melayani Tuhan semesta alam, Raja di atas segala raja. Lalu apa yang dilakukan bagi Tuhan tidak akan sia-sia. Ia akan menuai apa yang ditaburnya. Tetapi dalam pelayanan sering kita menjumpai begitu banyak rintangan dan masalah. Apakah berarti Tuhan tidak menyertai? Paulus adalah seorang hamba Tuhan yang benar-benar melayani Tuhan dengan segenap hati, tetapi ternyata ia menghadapi banyak tantangan dalam pelayanannya (2Kor 11:23-28). Walau demikian Paulus tetap percaya Tuhan.

Iman yang sejati adalah iman yang bertumpu pada keyakinan bahwa semua yang Tuhan kerjakan adalah terbaik. Ini berarti seseorang yang memiliki iman yang murni tidak akan memaksakan kehendaknya kepada Tuhan. Ia akan tetap mempercayai pribadi Allah walaupun keadaannya tidak memuaskan hatinya. Ia tetap mempercayai Tuhan sekalipun doanya tidak dikabulkan Tuhan. Iman yang sejati ditunjukkan Tuhan Yesus melalui pergumulan-Nya di taman Getsemani: “Bukan kehendakku tetapi kehendak-Mu yang jadi” (Mat 26:39-44). Di sini Tuhan Yesus menunjukkan ketaatan-Nya sebagai seorang anak. Dalam hal inilah Tuhan Yesus dapat memuaskan hati Bapa. Hari ini lebih banyak orang yang merasa bahwa Bapa berkenan di hatinya, bukan ia berkenan di hati Bapa. Orang seperti ini belum memuliakan Bapa, tetapi ia merasa Bapa memuliakan dirinya. Memang Bapa suatu hari akan memuliakan kita, tetapi atas dasar ketaatan kita kepada Tuhan bukan berdasarkan kuasa-Nya yang kita manfaatkan (Filipi 2:5-11; Yoh 21:18-19).

Dalam Lukas 7:23, Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang tidak kecewa dan menolak Aku.” Yohanes tidak perlu kecewa dan menolak Yesus sekalipun orang lain ditolong tetapi dirinya sendiri tetap ada dalam penjara dan hidup di bawah bayang-bayang eksekusi maut. Dalam hal ini patutlah kita mencontoh sikap Sadrakh dan teman=temannya yang tetap akan menolak menyembah patung yang didirikan Nebukadnezar di lembah Dura, sekalipun mereka tetap menerima hukuman dan Allah tidak menolong (Dan 3:16-18). Kiranya kepercayaan kita kepada Tuhan tidaklah berdasarkan apa yang telah Allah kerjakan menurut selera atau kesukaan kita. Percayalah kita kepada pribadi Allah sesuai dengan apa yang Alkitab katakan tentang-Nya.

Dikutip dari Warta Jemaat Rehobot Ministry 9 November 2008

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *